Sunday, October 25, 2015

Berawal dari senyum

Sore itu, seperti biasa saya bergegas pulang tepat waktu untuk bersegera menuju terminal grogol.
Pulang selalu membuat saya bersemangat.
Kopaja 88 mengantarkan saya sampai 'kolong' grogol, sisanya saya lanjutkan berjalan kaki. 
Biasanya aptb 05 sudah berbaris menunggu penumpang. 
Kali ini agak berbeda, terminal lenggang.
Sementara penumpang semakin menumpuk. 
Pukul 17.50, saya memasuki mushola terminal yang masih kosong, untuk menghindari antrian wudhu. 
Seusai berwudhu, seorang perempuan bermukena sudah duduk rapi di sebelah sajadah yang sebelumnya sudah saya gelar dan tandai dengan mushaf kecil berwarna coklat tua di atasnya. 
Kami bertukar senyum. Adzan berkumandang, saya meneguk teh manis yang sengaja saya bawa dari kantor untuk berbuka. Hari itu tanggal 10 Muharram, puasa sunnah asyura. 
Selesai sholat, saya sedikit berbasa-basi menanyakan arah pulangnya. -kebiasaan berbasa-basi ini saya dapat sejak bekerja di tempat saya sekarang, istilah kerennya customer intimacy :) untuk menggali kebutuhan nasabah, sehingga saya bisa tepat menawarkan produk yang cocok. Tapi kali ini saya berbasa-basi bukan untuk itu, entahlah semacam dorongan hati kalau semua orang suka disenyumi, disapa dengan ramah, maka saya selalu menerapkannya ketika situasi memungkinkan. 
Rupanya ia menuju pancoran dan berniat menggunakan jasa aptb 05 juga.
Kami terpisah ketika menunggu bis, lalu kembali bertemu dalam desakan antrian di depan pintu bis yang baru tiba. 
Ia bersama gadis bergamis hitam yang dipadukan jilbab panjang biru dongker, seseorang yang ia temui ketika memilih duduk di pelataran warung tadi. 
Kami saling bertukar senyum. 
"Pulang kemana, kak?" 
"Cibinong. Mbaknya?"
"Jagorawi."
"Oh, sama. Maksudnya di situ juga, tujuannya kemana?"
"Cileungsi, kak."
"Aku juga naik angkot itu, nanti bareng yaa."
Sempat-sempatnya kami bertukar informasi ditengah padatnya antrian.
Kami memilih duduk bersisian, berderet tiga, setelah sebelumnya minta bertukar dengan bapak-bapak. Mungkin sama-sama lelah, kami hanya sedikit bertukar obrolan. Saya sedikit ngemil qitela tempe mengganjal perut bada shaum. Lalu mereka tertidur, sementara saya memilih mendengarkan musik sambil memejamkan mata sepanjang perjalanan. 
Gadis itu pamit, karena satu shelter lagi menuju pancoran-saya menyesal tidak menanyakan namanya. 
Perjalanan masih panjang.
Pukul delapan lewat, kami tiba di pintu tol Citeureup lalu naik angkot yang sama. Di sana saya baru menanyakan namanya, bertukar obrolan tentang pekerjaan, asal sekolah, tempat tinggal hingga jadwal pulang. Kami rupanya teman ngobrol yang cocok.
Sadar kalau destinasi saya sebentar lagi, maka saya menanyakan pin bbmnya. Dan dari sana silaturahim kami berlanjut.
Alhamdulillah, hanya diawali dengan senyum dan saya mendapatkan teman baru. :)
Ah.. itulah kenapa senyum dikatakan sedekah termurah.
Ia bisa mengubah suasana hati seseorang. Mengubah atmosfer ketegangan. Mengubah kekakuan menjadi keakraban.

Senyumlah... bukan untuk orang lain, tapi untuk hatimu agar berbahagia. :)

Bogor, 25 Oktober 2015

No comments:

Post a Comment