Saturday, August 3, 2013

Nasib Layang-Layang

Belakangan, saya benci sekali ditanya sedang sibuk apa. Pertanyaan itu tak ubahnya sebuah pedang yang mengoyak sisi terdalam hati saya. Sudah setahun saya jobless, dan beberapa bulan belakangan saya sudah meninggalkan dua kegiatan yang merupakan hobi saya: berdagang & menulis. Awalnya sulit, tapi sekarang justru lebih sulit menimbulkan hasrat berdagang dan menulis kembali.

Sebuah perusahaan yang me-recruit saya sejak bulan mei, tak kunjung memberi kepastian. Setelah melempar saya ke sana ke mari, telpon terakhir dari mereka justru meminta saya kembali menunggu; tepat di saat saya memutuskan untuk move on. Hingga saya akhirnya mentoleransi kembali hati saya untuk bersabar, saya butuh sabar yang lebih banyak, banyak sekali.

Saya merenung, apakah nasib saya akan serupa layang-layang? Tarik ulur. Tarik ulur. Dan hanya menunggu untuk putus? Apakah saya dibiarkan menunggu untuk dinyatakan selesai? Entah ini perusahaan keberapa yang saya teror dengan surat lamaran. Tapi perusahaan ini merupakan tempat transit saya terlama. Transit? Ah, sejujurnya saya amat berharap kali ini saya menemukan dermaga. Bukan terminal. Tapi, apa daya saya kalau ternyata masih ada tempat lain yang harus saya datangi? Meski saya tidak yakin, masih punya tenaga atau tidak untuk sekedar berjalan menuju ke sana.

Bohong kalau saya tidak bertanya-tanya, kenapa? Kenapa jalan saya begitu berkelok-kelok? Kenapa jarak kemudahan dan kesulitan yang saya alami begitu jauh? Kenapa harus saya yang mengalami? Kenapa? Kenapa? Kenapa, Rabb?

Tapi lalu saya merunduk kembali, saya tidak akan pernah menemukan jawaban untuk pertanyaan 'kenapa' yang saya ajukan sampai kapan pun. Yang bisa saya lakukan hanya menunggu, menunggu apa sebenarnya rencana indah yang Allah siapkan untuk saya. Entah kapan.

Well, lihat saja kemana layang-layang ini akan terbang...

No comments:

Post a Comment