Sunday, October 13, 2013

Putaran Roda-180Derajat



Dulu, seringkali saya bertanya pada diri sendiri "Kenapa harus saya yang mengalami kejadian ini? Kenapa bukan dia, bukan mereka, atau bukan kamu?" "Kenapa takdir serumit ini?" "Kenapa? Kenapa dan kenapa?"

Hingga sebuah taujih menampar saya telak, bahwa kata "kenapa" bukanlah sebuah pertanyaan melainkan sebuah gugatan. Dan pantaskah kita, saya menggugat Allah? Astaghfirullah... hingga saya berhenti pada sebuah kesadaran dan keyakinan, bahwa setiap peristiwa memiliki hikmah. Meski entah kapan kita baru bisa mengetahuinya. Bahwa rencana Allah selalu indah.

~~~

Saya ingat, malam itu saya menangis sesungukkan. Saya, seorang perempuan yang pantang mengeluarkan air mata di depan orang lain, benar-benar banjir air mata. Ini sudah klimaks. Akumulasi dari rasa kesal, marah, sedih. Pertemuan malam itu juga merupakan klimaks. Akibat pesan singkat yang saya kirim, pernyataan bahwa saya memilih mundur.

Pertemuan malam itu merupakan mediasi antara saya dan partner kerja saya di sebuah organisasi kampus. -Yang saya baru ketahui setelahnya, bahwa partner kerja saya itu juga mengirimkan pesan yang sama, menyatakan mundur.- Saat itu saya merasa benar-benar berada pada posisi tersulit. Terhimpit. Seakan tidak ada masalah yang lebih besar dari masalah saya.

Saya menumpahkan semua keluhan saya, dan dia hanya diam. Saya merasa puas dan lega. Sekaligus merasa heran dengan diamnya rekan kerja saya. Kadang sikap datarnya itu membuat saya bete gak karuan. Karena saya merasa justru dikacangin, merasa kalau apa yang saya katakan hanya angin lalu. Hingga akhirnya mediasi itu hanya menjadi ajang curhat saya. Esoknya kami masih dinaungi organisasi yang sama. Melakukan pekerjaan bersama. Seolah tidak terjadi apa-apa.

~~~

Hari ini, saya mendengarkan dengan seksama keluhan rekan kerja saya di kantor, sebut saja A. Setelah beberapa hari saya melihat ia marah-marah tak karuan ke sesama rekan kerja lain di kantor, sebut saja B. Bisa dikatakan sebenarnya B ini atasannya, atasan saya juga, hehe. A mengeluhkan sikap santai B, sikap tenangnya yang kadang dianggapnya sebagai tindakan kurang sigap. A juga mengeluhkan B yang hanya bisa mengerjakan satu pekerjaan di satu waktu, sehingga terkesan -maaf- lambat.

Saya lagi-lagi hanya memperhatikan dan mendengarkan dengan seksama. Sekali-kali mengangguk, dan satu waktu tersenyum :)

Ya Allah... saya seperti melihat putaran video di hadapan saya. Kejadian masa lalu saya terekam dengan jelas. Saya melihat A adalah saya, dan B adalah rekan kerja saya. Hingga akhirnya saya membisiki diri sendiri, ternyata ini, ternyata ini jawaban atas hikmah yang saya cari bertahun lalu. Saat itu Allah Swt. tengah mempersiapkan saya untuk hari ini. Allahuakbar!

Dengan sebisa mungkin memberikan pencerahan yang tidak terkesan menggurui, saya mencoba membuka pola pikir A.

*Pertama saya jelaskan bagaimana psikologi laki-laki, salah satunya yaitu bahwa mayoritas kaum adam tidak bisa multi tasking. Wanita bisa menerima telpon + mengetik di kompt + berbicara dalam satu waktu. Sedangkan kebanyakan laki-laki tidak bisa melakukannya. Dan ini membuat kaum hawa merasa laki-laki begitu lambat dalam melakukan pekerjaannya. :D

*Kedua, saya ajak ia berandai-andai. Jika saja B tipe orang yang reaksioner menanggapi dengan serius protes2 maupun keluhan A, coba bayangkan apa yang terjadi? Akan terjadi perang dunia ketiga! Hehehe.

*Ketiga, coba bayangkan kalo B tipikal orang yang -kembali lagi- reaksioner. Saya bisa guling-guling di tanah setiap hari! Hahahaha. (Fyi, saya tipikal orang yang gampang sekali panik. Jadi bisa ditarik kesimpulannya sendiri kan?)

Akhir kata... jangan pernah menyesali hari ini, yakinlah suatu hari nanti kita akan mensyukuri hari ini.


                                                                                    diBawahLangitBogor_13 Oktober 2013


No comments:

Post a Comment