Friday, January 21, 2011

Sepenggal Kisah Tentang Ibu

Sebenernya ini notes FB yang dibuat karena ikutan lomba,,
tapi semoga bisa dinikmati, meski tidak menjadi salah satu pemenang ^^b
setidaknya semoga bisa memengkan hatimu yang membacanya :)



Ia tidaklah sesempurna Ibunda Aisyah,

Tidak pula setegar Ibunda Hajar,

Ia wanita biasa,

karena ia tidaklah mendampingi seorang Rasul kekasih Allah.

Dari rahimnya tidak keluar wanita sepemberani Asma binti Abu bakar,

Tidak pula keluar lelaki segagah Ali bin Abi Thalib.

Namun cintanya, tak berbatas waktu.

Meski ia tak pernah berkata “Aku mencintaimu anakku.”

Tapi matanya tak pernah berbohong saat ia mengatakan,

“Maafkan ibu, Nak.”

Saat ia mengatakan maaf satu kali,

Maka tidak akan pernah cukup, aku mengatakan maaf seribu kali.

Ia tidak pandai berkata untuk merayuku,

Namun ia punya cinta yang meluluhkanku.


***
“Nak, sedang apa?” suara ibu di seberang sana.

Aku menatap tumpukan tugas di depanku.

“Mengerjakan tugas, Bu.”

“Ya sudah, jangan tidur terlalu larut.”

***

“Nak, sudah makan?”

“Tidak sempat, Bu. Banyak pekerjaan.”

“Kau sibuk sekali, Nak?”

“Biasa, Bu.”

“Baiklah, selesaikan pekerjaanmu. Jangan lupa makan.”

***

“Nak, pekan depan pulang?”

“Pekan depan ada agenda penting, Bu. Tampaknya tidak bisa pulang.”

“Baik-baik disana ya, jaga kesehatan.”

Ahh.. kenapa ibu selalu menelponku disaat yang tidak tepat?!

***

Sebuah sms masuk dari adikku,

Ka, ibu sudah hampir sebulan sakit.

Walaupn ibu tidak bilang apa-apa,

tapi aku tahu ibu rindu kakak. Kapan kakak pulang?

***


“Kau sudah dewasa. Padahal ibu merasa, baru kemarin ibu melihatmu pulang sambil menangis karena terjatuh, mengadukan teman sekolahmu yang nakal. Baru kemarin rasanya..”

Aku tergugu, membiarkan ibu larut dalam kenangannya.

“Tapi esok seseorang akan membawamu pergi,” suara ibu terbata.

“Nak, apakah kelak kau akan melupakan ibu? Membiarkan ibu dan ayah tinggal sendirian setelah salah satu dari kami pergi?” suaranya serak, matanya nanar menatapku.

Hari itu tiba, seseorang yang akan membawaku pergi telah pergi lebih dulu, Bu. Janur kuningku tidak sempat berdiri di tempatnya, malaikat maut lebih dulu menjemputnya. Disaat seperti ini, lagi-lagi hanya engkau yang mampu memelukku tegar.



ibu, aku mencintaimu...
meski kata itu bahkan mungkin tak pernah kau dengar dari bibirku,

No comments:

Post a Comment