Sudahkah karena Allah??
Khawatir sangat… merasa terang, tapi ternyata hanya gelap yang terlihat. Mengingat taujih seseorang, “Sebaik-baiknya system tetap akan ada oknum didalamnya. Di dalam kereta dakwah akan ada penumpang gelap di dalamnya.” Takut Ya Rabb,,, sangat takut jikalau ternyata termasuk salah satunya… Belum lagi menemukan jawabannya, terdengar istilah baru ‘ikhwah karbitan’. Begitukah saya?? Belum lama mengenal mentoring, mulai berkenalan dengan tarbiyah, tersentuh dengan ceramah seorang ikhwah… lalu bertahap berubah, ingin lebih mendekat pada Sang Pentarbiyah. Sering menangis karena merasa banyak salah,, lalu berazzam berubah tidak boleh setengah-setengah. Semakin cinta dengan kekasihNya setelah membaca sirah, meninggalkan rasa cinta semu yang dahulu sempat mengarah pada hal antah berantah.
Rabb,, sebelumnya ada seseorang yang saya puja, hingga siang malam hanya wajahnya yang timbul di benak. Pergi kemana pun, membaca tulisan apapun, hanya namanya yang ada. Malam-malam larut sekali, corat coret sok puitis sendu sekali. Jika ingat sholat malam, terselip doa untuk didekatkan. Jahiliyah sekali. Malu rasanya. Cinta… sepicik itu saya mengartikan cinta, hanya sebatas bayangan yang timbul, hanya sebatas ingatan yang buram, hanya sebatas haru biru merah jambu.
Malu sekali rasanya. Mengetahui pengorbanan Abu Bakar… Umar bin Khatab.. Usman bin Affan.. Ali bin Abi Thalib.. untuk melindungi orang yang mereka cintai dengan segenap hati dan jasmani. Mereka rela mati, mereka rela meninggalkan keluarga, demi rasulullah, demi kekasihMu… pantas saja jika mereka Engkau janjikan tempat terindah.
Lalu menengok aktivitas kekasihMu di malam hari,, ia habiskan untuk memohon ampun padaMu.. seakan-akan air matanya takkan mampu cukup untuk Kau kabulkan permohonannya. Padahal syurga sudah menjadi jaminannya, padahal jika ia ingin… ia bisa saja meminta dunia dan seisinya… tapi itu tidak dilakukannya. Bahkan ketika malaikat izrail hendak menghentikan nafasnya,, yang ia ingat adalah umatnya ‘umati…umati…umati…’. Apakah aku yang engkau panggil Ya Rasul?? Yang engkau khawatirkan di sisa-sisa umurmu…? Akukah salah satunya?
Lalu mengintip rembulan dari dalam jendela, berusaha memaknai sinarnya yang tiap malam menghias langit. Bertanya,, jika rembulan saja tak pernah lelah melakukan hal yang sama setiap malam, tanpa mengeluh, bersinar sebagai caranya mengungkap tasbih untuk PenciptaNya. Lalu diri ini mengeluh.. mengeluh… lelah…
Inikah umatmu yang kau cintai hingga akhir hayat itu ya rasul?? Lalu kenapa kami begitu bebal tak mau mengenalmu lebih jauh? Apa karena kami tak merasakan lembutnya tuturmu pada para sahabat maupun musuhmu? Apa karena kami tak melihat perangaimu seperti ibunda Aisyah melihat? Apa karena kami tak pernah disuapi dengan lembutnya tanganmu seperti tetanggamu yang buta itu disuapi? Apa karena kami tidak mendengar kabar aliran sungai dan taman indah benama syurga dari bibirmu? Apa karena kami tidak mendengar langsung kata-katamu yang tegas mengatakan “Lebih baik aku menggenggam bara api daripada tangan seorang wanita yang tidak halal bagiku.” ? Atau karena kami tak pernah tahu bagaimana perhatianmu pada siapapun? Semua sama di matamu.. tidak peduli pemimpin kerajaan, tidak peduli hamba sahaya.. engkau berlaku adil. Cintamu tak terbatas apapun…. Sebenarnya semua itu bisa dibaca di sirah, namun kadang hati manusia terlalu bebal. Sangat bebal.
Jika kasih sayang manusia yang paling sempurna itu mampu memikat hati siapapun… lantas bagaimanakah kasih sayang Sang Penciptanya?? Lalu aku jatuh cinta… padaMu.
Kudalami lagi goresan kalamMu dalam surat cinta An Nur ayat 31, berusaha memaknainya seindah Engkau memaknai… maka ku tetapkan hati melaksanakan sepenuhnya. Meski sekeliling penuh tanya, banyak bisik yang sampai ke telinga, lirikan mata yang bertanya dalam diam. Aku pun berusaha tegar, memeluk kalamMu.
Waktu terus berjalan… sebuah jalan menyapaku, mengajakku untuk ikut merentasnya bersama… menjanjikan kebajikan mengajak kepada kebaikan. Lalu dalam hati penuh bimbang, pantaskah? Siapkah? Dan terngiang “Allah lebih menyukai sedikit ilmu lalu diamalkan, daripada ilmu yang tertumpuk diam.” Maka dalam proses itu, aku memilih ikut serta.. untuk menebar kebaikan.
Namun hanyalah manusia..
Pelan.. ku tapaki jalan, membiarkan peluh mengalir semata karenaNya. Namun aku hanyalah manusia, kadang iman melemah, kadang hati terkotori karena rasa hati bermusim semi, kadang lidah terpeleset kebanyakan bicara, kadang yaumiyah merayap tak naik tingkat, mata tak lagi jernih… hanya manusia.. bukan malaikat. Namun tidaklah pantas hal itu dijadikan senjata untuk memintai pemakluman, seharusnya justru karena kami manusia… harus mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya.. melakukan amal sesering mungkin berharap dapat menghapus dosa.
diBawahLangit, 26 April 2010
No comments:
Post a Comment