Hiruk pikuk pesta demokrasi Jabar yang baru berlangsung kemarin tak seramai event serupa di DKI Jakarta. Jika saat kemenangan Jokowi Ahok, media mainstream seakan bersuka cita dengan menayangkan kemenangan pasangan tersebut hingga infotaiment yang notabene mengkhususkan diri menggelar berita selebrita pun tak mau ketinggalan. Berbeda dengan berita kemenangan Kang Aher-Demiz versi quick qount oleh berbagai lembaga survei. Media hanya menayangkan sekedarnya saja, tidak seperti euforia kemenangan Jokowi yang ramai diberitakan. Hal ini kemudian membuat saya bertanya-tanya.
Seusai data hasil quick qount masuk 100%, tampaklah calon mana yang meraup suara terbesar. Ternyata pasangan no.4 yang diusung oleh partai PKS, PPP, PKB, PBB dan Hanura-lah yang menempati urutan pertama disusul oleh pasangan no.5 dan no.3. Kantor Media Center Aher-Demiz dipenuhi riuh pendukungnya, bahkan beberapa pendukung pasangan ini melakukan sujud syukur. Di saat Kang Aher, begitu calon gubernur incumbent akrab disapa, melakukan press conference beberapa stasiun televisi melakukan siaran langsung. Tapi tidak semua stasiun televisi merasa perlu menayangkannya penuh, di salah satu televisi swasta misalnya, hanya ditampilkan cuplikan Kang Aher yang menyatakan kemenangannya berdasarkan quick qount. Selanjutnya dipotong dan diisi oleh komentar seorang pengamat yang belakangan sering muncul di televisi untuk mengomentari percaturan politik, terkhusus berita tentang PKS. Mungkin pengamat ini dianggap mumpuni, tahu seluk beluk partai Aher berasal karena buku yang ditulisnya tentang partai tersebut.
Salah satu kalimat komentar BM berbunyi,"Seharusnya Aher menyadari kalau kemenangan ini bukanlah miliknya, namun milik warga Jawa Barat. Jadi janganlah terlalu berlebihan dalam menanggapi kemenangan ini." kurang lebih redaksinya seperti itu. Jika ada yang salah, penulis mohon maaf sebesar-besarnya. Sementara tepat setelah komentarnya itu keluar, di salah satu channel lain tampak seorang reporter mengulang pernyataan Aher di press conference "...Aher menyatakan kalau ini kemenangan warga Jawa Barat...". Ajaib! Apakah Aher mendengar komentar BM disaat bersamaan ia sedang berada di hadapan khalayak wartawan dan pendukungnya di Media Center Kancing Beureum? Sehingga ia merasa perlu mengatakan itu? Atau... karena kesadaran itu berasal dari lubuk hatinya? Silahkan disimpulkan sendiri.
Selepas magribh, pemberitaan kesuksesan pasangan no.4 ini hilang entah kemana. Tak ada satu pun stasiun tv yang mengabarkan perkembangannya. Tapi,berbeda di jagad dunia maya, pendukung Aher banyak mengungkapkan kegembiraan atas kemenangan jagoannya. Dan tiba-tiba sebuah berita heboh di timeline twitter. Tentang kecerobohan majalah senior menerbitkan berita online, baca di sini yang merupakan salah satu kompasianer, karena berita resminya telah diralat setelah diprotes masyarakat socmed.
Keesokkan harinya, yaitu hari ini tepatnya tanggal 25 Februari 2013, sebuah koran lokal di Bogor menuliskan tagline besar di lembaran ekslemparnya : "Rieke memperoleh suara tertinggi" Wow! Benarkah? Setelah dibaca isinya, ternyata hanya memberitakan kemenangan pasangan ini di salah satu lapas. Sementara di lembar sebelahnya tercantum lebih dari satu halaman data statistik berupa diagram batang hasil perolehan suara di setiap kabupaten dan kota di Jabar. Tentu berita ini mengecohkan pembacanya. Sekilas, apalagi bagi orang yang malas membaca, informasi yang ditulis itu akan membentuk opini bahwa kemenangan merupakan milik Rieke-Teten. Jadi, hasil quick qount salah? Mungkin begitu pikiran yang melintas di awal saat membaca judul besar tersebut.
Tidak sampai di situ, karena di halaman depan tersebut yang ditonjolkan adalah tagline yang sengaja di beri bold Golput Menang. Urutan judul besar kedua adalah, "Rieke Mencomot Suara Dede". Jika tidak teliti atau tidak membacanya dari dekat, Anda akan nyaris melewatkan sebuah judul yang dicetak lebih kecil dari dua judul tersebut, yaitu : "Aher-Demiz Pimpin Jabar". Sungguh mencengangkan, bukankah pasangan yang menangan biasanya akan menjadi sorotan? Tapi mengapa kali ini berbeda? Sebentar, coba amati berita ekspresi pendukung Aher-Demiz yang sujud syukur. Berita itu seperti tidak lebih dari sekedar berita pelengkap yang dimunculkan jauh di bawah berita (lagi-lagi) Rieke-Teten dan Dede-Lex yang hampir mendominasi satu halaman.
Oh, ada apakah ini? Tidakkah berita kemenangan Aher-Demiz untuk memimpin Jabar menarik bagi media? Okelah jika Aher tampak tidak menarik bagi media, tapi begitu pulakah Deddy Mizwar yang merupakan aktor senior yang diakui masyarakat Indonesia? Atau... jika boleh mengutip pernyataan Anas Urbaningrum dan sedikit mengeditnya, mungkinkah "Aher-Demiz adalah 'sang pemenang' yang tak diharapkan untuk menang?"
*hanya sebuah coretan dari seorang blogger yang prihatin dengan geliat tak netral media akhir-akhir ini*
No comments:
Post a Comment