oleh : Sungging Raga
semacam tips menulis, mungkin...
Kadang ada kawan yg meminta saya membagi tips menulis cerpen, seolah saya tumbuh dari kelas-kelas menulis yang hapal teori-teori. tetapi baiklah, anggap saja saya bisa memberi tips pendek, tentu dengan bahasa saya sendiri, tak seperti buku-buku panduan. Dan saya akan memulainya dengan mengemukakan pendapat subyektif, begini, sebenarnya cakupan cerpen sangat sempit sekaligus luas, definisi "cerpen" hari ini adalah begitu sempit, yaitu sesuatu yang fiksi yang hanya berkisar 4 - 8 halaman kuarto. sementara isinya justru mulai meluas, tak harus melulu bercerita, kadang cerpen adalah kedok dari sebuah karya berupa puisi prosa, monolog, atau yang lebih seperti feature perjalanan. Selama itu tetap dalam koridor fiksi, maka ia punya hak dibilang cerpen.
Kalau saya perhatikan, ada beberapa jalan menulis cerpen, ada yang menggunakan jalan bahasa, jalan ini dilalui para penyair yang hendak mengeksplor kemampuan bahasanya secara lebih panjang, ada yang berupa jalan curhat, ini adalah golongan galau de fiksi yang moto-nya adalah: "rembulan malam seperti mengingatkan bahwa kita telah benar-benar berpisah, dst", ada yang jalan jurnalis gagal, menceritakan berita di koran dan televisi dalam bentuk fiksi, ada yang jalan pengamat politik, yaitu yang mengkritik kebijakan atau kelakuan tokoh2 besar pemerintahan dengan cerita yang menghakimi atau pun di surealis-surealiskan, ada yang jalan dakwah fiksi, ingin mengajari pembacanya untuk menjadi lebih baik lewat ceramah fiksinya, dan mungkin juga ia berharap pahala, pahala yang fiksi.
Dan saya, saya memilih jalan kesunyian. Apa itu jalan kesunyian? Sesungguhnya ini adalah perkara sudut pandang. Ya, kesunyian sudut pandang. Sebab sejak awal menulis dulu saya cuma punya kesunyian, berguru pada kesepian. jadi tips dari saya untuk saya sendiri, kalau mau menulis, belajarlah menjadi sunyi, memandangi sunyi, mensunyikan pandangan. karena tak ada yang lebih peka pandangannya terhadap sesuatu daripada kesunyian. Bagi saya, tak usah lihat berita yang heboh, korupsi, tragedi 65, bencana sosial, kiyai kawin lagi, pejabat korupsi... tapi sunyikan diri, posisikan terhadap sebuah kejadian kecil, lalu ambil kemungkinan imajinasi yang paling baik dari hal itu. karena mesin utama penulsi fiksi sesungguhnya adalah imajinasi, bukan berita.
Seperti misalnya begini, ketika kita melihat adegan suatu pagi seorang gadis kecil yang turun dari boncengan lalu mencium tangan ibunya di gerbang sekolah, ini sungguh kejadian biasa, tapi coba rekam kejadian itu dari kemungkinan-kemungkinan sunyi. seperti misalnya, kita imajinasikan itu adalah akhir dari cerita, maka bayangkan pagi tadi gadis itu baru saja ditampar ibunya karena entah suatu masalah, gadis itu sedih tidak mau bicara dengan ibunya di meja sarapan, tetapi mau tidak mau, ia harus tetap dibonceng ibunya ke sekolah, akhirnya sepanjang sekolah itu ia memeluk pinggang ibunya, takut jatuh, dan akhirnya di gerbang sekolah, ia pun mencium tangan ibunya, dan belum pernah gadis itu merasa sebahagia itu sebelumnya...
Atau kita balik, anggap adegan ini adalah pembuka cerpen, anak itu mencium tangan ibunya, tapi siapa tahu, ternyata anak itu ingin ibunya cepat-cepat pergi dari depan sekolah, karena ia malu kalau ketahuan temannya bahwa ibunya cuma penjual asongan keliling sekolah-sekolah, sudah lama ia mengulang kejadian ini, dan ibunya selalu sedih, cuma bisa melihat anak gadisnya berlari-lari kecil agar tak ketahuan temannya.
Atau kalau mau lebih ekstrim, ketika gadis itu baru saja pergi, tiba-tiba ibunya ditabrak bus Sumber Kencono, dan gadis itu menaruh dendam sampai ia dewasa.... Atau ekstrim lagi, setelah gadis itu mencium tangan ibunya, tiba-tiba tangan sang ibu terbakar, dan ternyata anak gadisnya selama ini adalah alien....
Baiklah ini mulai ngawur, tapi ini contoh saja, tentang memposisikan diri kita pada sebuah kejadian. dan sebenarnya ada banyak kejadian di sekitar kita. datanglah ke pasar, lihat seorang wanita tua yang menyumpahi tujuh turunan pengendara motor yang ngebut di jalan berlumpur, atau dengar obrolan tukang parkir dengan lelaki penjual rokok tentang wanita kekasih mereka, atau lihat seekor kucing di atap sebuah kios yang memandang lugu. Dan yakinlah, setiap benda memiliki ruang sunyi yang panjang, kejadian-kejadian yang tak terungkapkan. tentang nenek yang memaki pengendara motor misalnya, kita bayangkan nenek itu memang dikenal suka memaki, dan setiap makiannya ternyata sering benar karena ia memelihara jin, jadilah pengendara motor itu sakit parah esok harinya, telinganya seperti mendengar cacian yang begitupanjang, jantungnya meledak, dst... Atau tukang parkir dan lelaki penjual rokok yang ngobrol kekasihnya, bayangkan seandainya obrolan mereka ternyata menyangkut seorang wanita yang sama, yang di saat itu pula, ketika keduanya sedang ngobrol di pasar, wanita itu pun sedang tertidur bersama lelaki yang lain lagi.
Kalau sudah terbiasa dengan memandang sunyi, maka kejadiannya pun bisa kita imajinasikan, jadi mesin imaji ini akan berperan ganda, pertama ia menciptakan suatu kejadian, dan kedua, mesin ini akan memproduksi kemungkinan imajinasi yang bisa diceritakan. Jadi kita tak harus keluar untuk benar-benar melihat. Saya sering menggunakan ini untuk menciptakan kenangan, misalnya kenangan dengan seorang wanita, berhubung saya kesepian jarang berhubungan dengan wanita, maka saya ciptakan kenangan. Saya membayangkan diri saya duduk bersama seorang gadis di tepi sungai serayu, atau kencan ke BIP, atau mengantar ke stasiun Cikadongdong, atau berciuman di jembatan Renville... wah playboy begitu, padahal bagaimana kalau kenyataannya saya cuma diam di rumah, jangankan bertemu, smsan dengan cewek pun hampir tidak pernah. Nah, untuk yang seperti ini mungkin memalukan ya? tidak apa-apa deh yang penting dapat honor.
Nah begitu contohnya, tapi sejujurnya, yang seperti ini bukan sebuah ide yang dahsyat dan tak selalu berhasil, sebab bisa jadi jalan lain lebih cemerlang dan lebih nyaman bagi masing-masing penulis, sebab setiap eksekusi akan selalu berbeda. apalagi ketika jatuh ke tangan redaktur media, kita kan tidak tahu redaktur itu suka jalan yang mana,cocok tidak dengan kita.
sumber : http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150796836337535
Seseorang selalu memimpikan kesempurnaan hidupnya, namun sedikit sekali yang menyadari bahwa takdir terbaik selalu lebih manis, bahkan dari kesempurnaan itu sendiri..
Monday, May 14, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Labels
Sepotong Episode
(72)
Curhat Colongan
(46)
Crispy Notes
(44)
Cerpen
(18)
HariHariKu
(17)
Epilog
(14)
ngaco.com
(14)
tarbiyah is so cool
(14)
Intermezzo
(11)
akhwat tangguh
(11)
tentang cinta
(7)
dreamy
(6)
JalanJalan
(5)
Jobseeker
(5)
Quotes.
(5)
Puisi
(4)
30 Hari Mengejar Sidang
(3)
Ala Korea
(3)
Tips Menulis
(3)
Konstelasi Bintang
(2)
pemimpi
(2)
2012
(1)
Diet
(1)
Favorit
(1)
Fiktif
(1)
IPT Perah
(1)
Media
(1)
Opini
(1)
Politik
(1)
Pria
(1)
Resolusi
(1)
Sejarah
(1)
ShareTweet
(1)
Tokoh
(1)
Wisuda
(1)
resensi
(1)
No comments:
Post a Comment